Sepuluh
tahun sudah, aku Sulastri Sriwerdhani meninggalkan kota kelahiran dan tempat
aku dibesarkan, Yogyakarta. Namun, entah kenapa hati kecilku merasakan sesuatu
yang tak menentu, ketika aku menginjakkan kakiku kembali dirumah kedua
orangtuaku. Tidak ada yang berubah dari kota kelahiranku tetap seperti yang
dulu, tetap manjaga tradidi-tradisi dan adat istiadat, tetap melestarikan
budaya-budaya bangsa, dan tetap disukai para wisatawan untuk berlibur atau
sekedar berkunjung. Namun, ada masa laluku yang kelam dikota ini, aku ingin
menguburnya hidup-hidup, tetapi semakin aku mencoba keras untuk melupakannya,
semakin keras pula aku mengingat peristiwa kelam hidupku itu, meskipun sudah
10tahun telah kulewati sebagai TKW di Taiwan tidak berpengaruh sedikitpun untuk
melunturkan ingatan kelamku itu. Yah, setiap manusia pasti mempunyai noda-noda
didalam hidupnya. Akhirnya kuputuskan untuk mengakhiri pekerjaanku sebagai TKW
di Taiwan sampai disini.
Ketika
aku sedang duduk terdiam diteras rumahku, terdengar suara inu memenggil-manggil
namaku .
Ibu
: “ ndo, Mau samapai kapan toh kamu begini terus, mau sampai kapan kamu terus
menyembunyikan dirimu dari orang-orang, yang sudah yowis toh ndo, Ibu wis
ikhlas akan semua ini “,
Aku
: “ bu, lalu aku harus bagaimana toh bu ? aku malu bu, malu pada semua orang
disini, malu sudah membuat muka warga sini terhina oleh ulahku oleh
kesalahanku, aku nda tau bum au samapai kapan aku harus bersembunyi dari
orang-orang “,
Ibu
: “ ibu sedih ndo kalau inget-inget dulu, dulu ibu sama bapak yang salah, tapi
yowis toh ndo, saiki kamu harus memikirkan masa depanmu, murmur sudah nda muda
lagi toh wis 30tahun “,
Aku
: “ yowis toh bu, aku capek, aku mau istirahat, nda usah ingat-ingat dulu lagi
( sambil berlalu dan menutup rapat kamar tidur ) “.
Dikamarpun,
bukannya aku merasa lega dan segera terlelap tidur, tetapi malah semakin
teringat masa lalu kelamku yang sekejap mampu memutuskan seluruh urat-urat
syarafku yang terhenti saat itu juga. Sayup-sayup terbayang ingatan 12tahun
silam, ketika aku duduk dibangku SMA kelas 3, kedua orangtuaku secara sepihak
menjodohkanku dengan seorang pemuda berusia 25tahun keturunan ningrat
didaerahku yang biasa disapa “ Den Bagus “, keluarga Den Bagus dan bapak kenal
baik meskipun keluarga kami hanyalah keluarga sederhana karena bapakku adalah
seorang tokoh masyarakat yang cukup disegani. Den Bagus pertama kali melihatku dan terkesan
denganku ketika aku memerankan tokoh Shinta sewaktu pertunjukkan sendratari
Ramayana sekolahku diundang dikediamannya dalam acara besar keluarganya, sejak
saat itulah Den Bagus mengutarakan niatnya untuk memperistriku setelah aku
lulus SMA kepada keluarganya dan kemudian keluarganya memohonkan kepada
keluargaku, keluargakupun dengan senang hati menerima perjodohan ini tanpa
meminta pendapatku terlebih dahulu, sebagai anak aku hanya bisa menuruti
keinginan kedua orangtuaku, kalau mereka senang akupun ikut senang.
Pada
awal-awal perkenalanku dengan Den Bagus begitu indah dirasa, meskipun aku belum
menyukainya, tapi gadis mana yang tak senang jika disukai oleh pemuda tampan
keturunan ningrat sepertinya yang berwajah tampan, berkulit kuning langsat, berperawakan
tinggi besar, baik pula tutur katanya. Aku ingat kata-kata manisnya pada awal
perkenalan kami.
Den
Bagus : “ Lastriku yang cantik jelita kecantikanmu bagaikan dewi sinta yang tak
akan termakan usia, tubuhmu bagaikan keelokan tubuh Roro Jonggrang yang
terpahat indah dipatungnya, sungguh bahagia hatiki bisa memperistrimu kelak,
kan kujaga engkau bagaikan aku menjaga ibuku, tak akan kubiarkan seekor
lalatpun mengganggumu “.
Pada
awal perkenalan kami, Den Bagus kerap kali mengajakku berkeliling Jl.Malioboro
dengan menaiki andong tiap akhir pekan, diapun pandai mengambil hati kedua
orangtuaku dengan memberikan segala kebutuhan rumah kami, tetapi itu semua
hanya indah pada awalnya saja, Den Baguslah yang telah merampas kegadisanku
secara paksa bahkan kerap kali aku dianiaya olehnya, pukulan demi pukulan kerap
menderaku hingga sekujur badanku dipenuhi luka lebam yang sudah tak terhitung
lagi , kepalaku dibentur-benturkannya bahkan hingga mencekik leherku dengan
erat jika keinginannya tidak dipenuhi. Aku sudah ratusan kali menceritakan
kekejaman De Bagus padaku, tetapi anehnya keluargaku tidak mempercayaiku malah
lebih mempercayai Den Bagus busuk yang mereka bangga-banggakan itu. Entah aku
tak tahu harus meminta tolong kepada siapa, bahkan kedua orangtuakupun tidak
mempercayaiku lagi, anak satu-satunya yang mereka miliki, hatiku bagaikan
tersayat-sayat sembilu yang terus menerusa menghujamku entah sampai kapan.
Sampai
pada akhirnya terdapat nyawa lain yang hidup didalam rahimku, semakin lama
semakin membesar tak bisa untuk ditutup-tutupi lagi, barulah setelah perutku
membesar kedua orangtuaku percaya padaku dan sontak saja bapak dan ibu
berduyun-duyun mendatangi rumah Den Bagus untuk meminta pertanggungjawaban
perbuatannya terhadapku, tetapi apa yang keluargaku dapatkan hanyalah cercaan
dan makian dari keluarganya bahkan Den Bagus dan keluarga kebesarannya itu
hanya bisa menyuruhku untuk menggugurkan janin yang ku kandung, tetapi aku dan
keluargaku bersikeras untuk mempertahankannya, dan keluarga Den Bagus memutuskan
tali perjodohan secara sepihak atas apa yang telah terjadi. Yah, dengan hati
yang sudah entah bagaimana rasanya dengan langkah gontai bapak dan ibu pulang
hanya dengan setumpuk kekecewaan dan kesedihan, keluargaku tidak bisa
mengharapkan apa-apa lagi, keluarga kami hanyalah keluarga sederhana bukan
keluarga ningrat seperti mereka, keluargaku hanya bisa legowo menerima semuanya
meskipun berlinangan airmata darah.
Bilu-bilur
penderitaanku dan keluargaku tidak terhenti disitu saja, kehamilanku yang sudah
memasuki usia 7bulan dan semakin membesar, maka pihak sekolah mengeluarkanku
dan tidak mengizinkanku mengikuti ujian Nasional yang hanya seminggu lagi akan
dilaksanakan. Bapak dan ibu hanya bisa meratapi kesalahan mereka yang
menjodohkannku dengan Den Bagus, bapak setiap hari mengurung diri dikamarnya
tidak makan tidak minum, sementara ibu hanya bisa menangis tersedu-sedu setiap
hari. Aku tau, semua Karena aku, aku telah mencoreng nama keluargaku meskipun
ini semua karena kekejaman Den Bagus kepadaku.
Tibalah
waktu dimana aku ingin melahirkan, malam itu sekitar pukul 3dini hari aku
merasakan sakit yang teramat sangat bahkan air ketubanku sudah keluar, aku
menjerit-jerit, meronta ronta meminta tolong, dengan sigap ibuku dan bu bidan
menolong proses kelahiranku, setelah perjuangan yang panjang, bayi mungilku
lahir, dia seorang bayi laki-laki yang tampan yang belum kuberi nama.
Sebulan
sudah aku menimang-nimang bayi laki-lakiku, hari itu aku hendak kepasar membeli
kebutuhan dapur dan anakku, anankku kutitipkan kepada ibu. Namun, apa yang
terjadi setelah aku pulang dari pasar ? saat ibuku lengah hendak kekemar madi ,
anakku telah dicuri oleh Den Bagus, dengan sigap dia merebut bayiku dari tangan
ibuku dan membawanya pergi entah kemana. Aku, bapak dan ibu berkeliling tanpa
lelah mencari jejak keberadaan anakku. Hingga pencarian kami terhenti pada hari
ke 3 pencarian kami ketika seorang warga dipagi hari itu menemukan bayiku sudah
tak bernyawa lagi yang ditemukan hanyut dialiran sungai, sungguh terkutuklah
kau Den Bagus bahkan hewanpun tak sampai sekejam itu sampai rela membunuh
anaknya sendiri, aku hanya bisa terdiam tak bergerak akan apa yang telah
kulihat, hatiku meronta onta hingga terbersit dbenakku ingin membunuh pria
bajingan itu.
Pagi
berdarah itu, orang orang berkerumun melihat jasad bayi malang itu, entah
fikiran jahat apa yang merasuki Den Bagus sehingga tega skeji itu, karena
desakan warga sekitar akhirnya polisipun dating untuk mengusut kasus ini, tapi
apa faktanya setelah proses persidangan usai, Den Bagus hanya dijatuhi hukuman
1tahun penjara saja, sungguh sangat tidak adil bagiku, bahkan aku belum sempat
member nama pada bayi malang itu.
Cacian
dan makian orang-orang disekitarku semakin lama semakin kencang, maka aku
memutuskan untuk pergi jauh sementara, bapak dan ibu mengirimku kerumah paman
di Cirebon untuk mengikuti ujian paket C dan memasukkanku ke pondok pesantren milik
paman agar bekal agamaku lebih terasah dan terarah lagi serta agar aku semakin
kuat dan tegar menghadapi semua ini.
Setelah
setahun aku mengikuti ujian paket C dan menimba ilmu agama di Pesantren Paman,
aku memutuskan untuk kembali kerumah. Namun, setibanya dirumah aku melihat Den
Bagus dan keluarganya mendatangi rumahku dan memohon agar aku mau menjadi
menantu mereka lagi, karena sudah tidak ada gadis lain lagi yang mau menikahi
Den Bagus. Sontak saja, bapak dan ibu menolaknya dengan keras, karena dulu
mereka telah menginjak-injak harga diri keluargaku. Sedikit percakapan waktu
itu yang ku ingat.
Bapak
: “ mau apa kalian datang kerumah kami lagi , mau kalian lempari kotoran apa
lagi muka keluarga kami, kotoran ayam sudah kalian lemparkan, kotoran apa lagi
sekarang, kotoran anjingkah, kotoran babikah ? “,
Den
Bagus : “ bapak, saya memohon maaf atas kesalahan saya yang dulu, saya tau saya
sudah tidak bertanggung jawab, tapi saya berjanji tidak akan mengulanginya
lagi, saya hanya mencintai anak bapak Sulastri, demi tuhan saya tidak ada niat
untuk membunuh darah daging saya sendiri, entah setan apa yang merasuki aga
saya waktu itu “, ( belutut memohon dikaki bapak )
Bapak
: “harga diri keluarga kami sudah kalian injak-injak seenaknya, masa depan anak
gadis saya telah kamu rusak , sudah, pergiiiiiiiiii sana, kami tidak ingin
melihat wajah kalian lagi, tidak sudi saya, “.
Dengan
nada lantang bapak mengusir mereka pergi
Namun,
setelah mengusir mereka pada hari itu, mereka tidak gentar begitu saja, mereka
terus saja mendatangi rumahku lagi dan lagi. Den Baguspun terus menerus berusaha
menemuiku dan memohon maaf padaku, tak secuilpun aku hiraukan dia, karena dia
telah menghancurkan hidupku, hidup keluargaku, dan membunuh anakku.
Suatu
hari datanglah Sekar keponakanku berkunjung kerumahku , dia bercerita bahwa dia
kan pergi meninggalkan kampung halaman dan pergi manjadi TKW di Taiwan, suaminya
baru meninggal sebulan yang lalu karena suatu penyakit. Sekar sangat prihatin
akan masal;ah yang menimpaku, setelah kami berbincang-bincang panjang lebar,
dia menyarankanku untuk ikut bersamanya menjadi TKW di Taiwan, tanpa fikir
panjang akupun mengikuti sarannya agar aku bisa terlepas dari jerat-jerat palsu
Den Bagus dan keluarganya lagi, bapak dan ibupun merestui kepergianku.
Setelah
5bulan aku dipenampungan di Jakarta dengan dibekali berbagai keterampilan,
akupun meninggalkan Indonesia dan sampai di Taiwan. Aku bekerja disana sebagai
pengasuh bayi, setiap kali aku melihat bayi majikanku aku teringat akan anakku
yang sudah tiada. Hingga tak terasa sudah 10tahun aku bekerja dinegara orang,
akupun tak mendengar kabar Den Bagus dan keluarganya mendatangi rumahku lagi
sejak aku pergi ke Taiwan. Aku memutuskan untuk kembali pulang karena
permintaan bapak dan ibu, kesehatan bapak semakin hari semakin menurun.
Tiba-tiba
ingatan tentang masa-masa kelamku itupun semakin memudar. Hari-hari dirumah
kujalani bersama ibuku merawat bapak yang sedang sakit, uang hasil kerjaku
digunakan untuk berobat bapak dan makan sehari-hari, yah meskipun hasil yang
kudapat tak seberapa.
Pagi
itu, sayup-sayup kudengar ketukan pintu dirumahku, aku langsung kaget dan takut
kalau-kalau yang dating itu Den Bagus dan keluarganya lagi. Dengan langkah
gontai ibu menapakkan kakinya sedikit demi sedikit untuk membukakan pintu dan
melihat siapa yang datang.
Perlahan-lahan
ibu membukakan pintu dan terkejut akan siapa yang datang .
Ibu
: “ Eh nak Arya toh, mari nak masuk, silahkan duduk dulu, sebentar yo ibu
buatkan the manis dulu “,
Arya
: “ ah, nda usah repot-repot bu “,
Didapur……..
Ibu
: “ ndo, bukan Den Bagus lagi yang datang tapi nak Arya itu loh temenmu sejak kecil tetangga kita “,
Aku
: “ Arya bu, bukannya sejak kejadian 12tahun lalu itu Arya nda pernah kerumah
lagi toh
bu “,
Ibu
: “ iyo, tapi sejak kamu jadi TKW itu loh, dia sering kerumah nanyain kabarmu,
Arya itu sekarang sudah jadi orang sukses ndo usaha batiknya sampe dikirim
keluar negri lho, yowis kamu antarkan dulu tehnya “,
Diruang tamu……
Aku
: “ silahkan diminum dulu Ar “,
Arya
: “ iya, makasih “,
Aku
: “ ada apa ya, ko tumben kamu mau kerumahku, sejak aku jadi TKW kamu nda
pernah toh hubungin aku lagi “,
Arya
: “ iya, sejak kamu jadi TKW aku nda
pernah hubungin kamu, tapi aku selalu nanyain kabar kamu sama ibu sama bapak,
aku Tanya nomer hp sama ibu sama bapak tapi mereka nda tau “,
Aku
: “ ya iyalah, wong bapak sama ibu nda punya telepon toh, paling aku kabarin
bapak sama ibu lewat surat tok, wah hebat ya kamu sekarang Ar sudah jadi orang
sukses , dulu took batik bapakmu kecil sekarang gedenya minta ampun“,
Arya
: “ ah nda juga, biasa saja Las “,
Aku
: “ jadi, sebenarnya ada apa toh kamu kesini ? “,
Arya
: “ sebenarnya ada yang ingin aku sampaikan sama kamu Las, Den Bagus selama ini
sejak kamu pergi jadi TKW dia jadi gila dan dirawat di Rumah Sakit Jiwa,
keluarganya meminta aku menyampaikannya padamu Las , sengaja aku
menyampaikannya langsung padamu “,
Aku
: “ jadi kedatanganmu kesini hanya untuk nyampein ini, asal kamu tau Ar , aku
nda sudi lagi denger apapun lagi tentang dia, aku benci dia, aku bahkan ingin
membunuhnya, kalau kamu hanya ingin ngomongin itu, lebih baik kamu pulang saja
Ar “, ( berlari menuju kamar )
Arya
: “ tunggu ( menarik tanganku ),
Sebenarnya
bukan itu tujuan utamaku datang kesini, ada sesuatu yang ingin kusampaikan
padamu selama ini, selama 20tahun kita berteman sedari kecil, selama ini aku
memendam perasaanku karena kamu telah dijodohkan dengan Den Bagus. Lastri,
selama ini , selama kita berteman sedari kecil hingga sekarang aku selalu
menyukaimu, itulah sebabnya jika kamu bertanya kenapa aku selama ini tidak
pernah punya pacar karena aku menunggumu, menunggu hatimu benar-benar kosong
untuk menerima hatiku “,
Aku
: “ kamu sudah gila apa Ar, kamu tau aku ini siapa, kamu tau masa laluku kayak
apa, kamu tau aibku, kamu tau semua, lebih baik kamu cari perempuan lain saja
Ar, aku nda pantas untukmu, bahkan aku nda pantas untuk lelaki manapun didunia
ini, aku terlalu hina untukmu, sdahlah lebih baik kamu pulang saja, aku anggap
kamu nda pernah ngomong gitu “,
Arya
: “ nda Las, aku nda peduli akan semua itu, yang aku tau dari dulu hingga
sekarang perempuan yang aku sukai itu hanya kamu “,
Aku
: “entahlah Ar, aku sendiri merasa perasaanku sudah mati rasa, entahlah aku
tidak bisa menjawab apa-apa, aku sendiri nda tau persaanku bisa ditata kembali
atau tetap hancur lebur seperti ini, kamu sekarang orang kaya Ar, sedangkan aku
cuma orang miskin yang nda punya apa-apa “,
Arya
: “ aku nda peduli dengan semua itu, sudah lama sekali aku menunggumu Las,
biarkanlah masa lalu kelammu tenggelam dimakan rayap-rayap waktu, maukah kamu
merajut masa depan bersamaku ? “,
Aku
: “ entahlah “,
Arya
: “ tidakkah kamu ada sedikit perasaan padaku, tidakkah selama 20tahun kita
berteman kamu tidak pernah meyukaiku sedikitpun, tidakkah ada secuil perasaan
padaku ? “,
Aku
: “ Ar, sebenarnya sedari dulu sedari kita masih kanak-kanak perasaanku sama
kepadamu, tetapi karena perjodohan yang merusak hidupku itu, aku telah mengubur
hidup-hidup perasaanku kepadamu, aku nda pantas buatmu “,
Arya
: “ kita bisa memulainya dari titik nol sedikit demi sedikit, semua kepahitanmu
akan memudar bersamaku, maukah kamu membuka perasaanmu kembali untukku ? “, (
mengulurkan tangan )
Aku
: “ baiklah, sampai sepenuhnya perasaanku diisi sepenhnya oleh perasaanmu “,
*********************